Laki-laki jodohnya
ya Perempuan.
Seperti kita, aku
Laki-laki dan kamu Perempuan.
Secara gender sudah
cocok, kamu jodohku.
Tapi dalam urusan
hati dan kecintaan ...... ?
Hemm... Selalu
misteri.
Laki-laki
dikaruniahi 4 detik untuk mampu memutuskan suka terhadap seseorang.
Dan Perempuan dikaruniahi teliti dalam memilih pasangan. Mungkin
sebagian orang ada yang mempermasalahkan kosa kata “Memilih” pada
kalimat sebelumnya.
“Mas, cewek tuh
gak pernah memilih. Mereka cuma bisa menerima!”
Mungkin gitu kata
para cowok. Memang sih dalam urusan perjodohan di Dunia, keBANYAKan
kalau tidak dijodohkan pasti cowok yang mendahului. Itu sebabnya
cowok merasa bisa memilih, sedangkan cewek tidak mau menggunakan hak
memilihnya.
Kembali pada kalimat awal “Laki-laki
jodohnya ya Perempuan.”
Kalimat itu sudah pakem, seluruh alam
pasti menganggap benar. Yang tidak pakem adalah urusan hati dan
kecintaan. Saking tidak pakemnya sering kita jumpai anak-anak muda
menikah dengan orang yang sudah tua bahkan usia kakek/nenek.
Artinya urusan hati
dan kecintaan adalah urusan sang pemilik naskah alam semesta. Memang
dari hati dan kecintaanlah Allah mengatur jodoh seseorang. Dari sini
kita harus belajar menyadari bahwa menikahnya seseorang adalah acara
yang agung, yang sudah di rencanakan oleh Allah. Mungkin kita pernah
menyaksikan seseorang akan menikah dan Allah menghandaki sebaliknya.
Entah pasanganya kecelakaan, meninggal, diserobot orang lain,
tetangga gak setuju, orangtua gak cocok, bahkan bayar prasmanan
kurang pun bisa jadi batalnya seseorang menikah.
Apa yang saya
maksudkan dalam tulisan saya kali ini? Yang saya maksudkan adalah
stop bullying kepada orang yang belum menikah. Karna hakikihnya
mereka juga ingin menikah dan hidup normal. Mereka masih berusaha
mewujudkan pernikahan mereka dangan ijin Allah, bukan tidak mau
menikah.
“Kapan nikah?”
“Katanya mau
nikah?”
“Nunggu apa,
Bro?”
“Gak laku luh!”
“Lagi miskin
yaa!”
Mungkun terdengar lelucon, tapi saya
yakin orang yang berkata seperti kata-kata di atas adalah orang-orang
yang pernah mengalami deritanya. Tapi, kenapa? Kenapa mereka
melakukanya? Toh memahami dan empati lebih baik.